Angry Birds -  Help CHRISYE 6 | all about MUSIC

Pages

Rabu, 21 November 2012

CHRISYE 6

Konser dan kolaborasi dengan Erwin Gutawa (1994–2004)

Setelah berhasilnya konser Sendiri, Chrisye bekerja sama beberapa kali dengan Erwin Gutawa (foto dari 2004).
Biarpun Sendiri Lagi cukup laris, pada awal dasawarsa 1990-an Chrisye mulai merasa tekanan dari industri musik yang semakin mengutamakan penampilan dan meningkatnya jumlah artis muda.[54] Dia mulai mempertimbangkan meninggalkan dunia musik, sebab "merasa sudah sampai garis finish".[57] Biarpun Yanti menyatakan bahwa banyak musisi tetap laku sampai umur 60-an, Chrisye memperhatikan bahwa para artis senior sudah mulai dikesampingkan oleh pendatang baru.[57] Dalam keadaan depresi ini, Chrisye didekati oleh Jay Subyakto dan Gauri Nasution, yang menawarkannya sebuah konser tunggal di Plenary Hall di Jakarta Convention Centre, yang pada saat itu belum pernah mengadakan konser tunggal untuk artis Indonesia. Karena tidak yakin bahwa penggemarnya cukup banyak untuk mengisi hal tersebut, Chrisye mula-mula menolak.[57]
Setelah Chrisye diperkenalkan dengan Erwin Gutawa, yang diangkat untuk mempersiapkan konser, dan beberapa minggu ditekankan oleh Gauri,[58] akhirnya Jay Subyakto berhasil membujuk Chrisye dengan mengatakan bahwa itu mungkin kesempatan terakhir untuk menyelamatkan kariernya. Karena kekurangan uang, mereka mendekati RCTI untuk meminta sponsor. Akan tetapi, mereka ditolak dan bahkan diejek dengan saran agar mengadakan konser di Monumen Nasional. Karena tidak bersedia menelantarkan rencana mereka itu, Chrisye, Subaktyo, dan Gutawa mengumpulkan sekelompok artis dan mulai pelatihan. Menjelang hari ulang tahun RCTI yang keempat, mereka rela menyetujui konser tersebut sebagai bagian dari perayaan mereka. Ribuan tiket yang tersedia terjual habis dalam satu minggu.[59]
Konser Sendiri diadakan pada tanggal 19 Agustus 1994. Chrisye membawakan sejumlah lagu hits serta menyanyikan beberapa duet, termasuk "Malam Pertama" dengan Ruth Sahanaya, di depan orkes penuh yang dipimpin oleh Gutawa.[60] Di kemudian hari, Chrisye mengenang bahwa konser itu, yang diberi julukan Sendiri untuk menunjukkan bahwa konser "100% Indonesia" bisa berhasil, diadakan, para penonton – baik anak-anak maupun dewasa – sudah hafal lirik lagunya, baik yang lama maupun yang baru; menurut Chrisye, hal tersebut membuat dia berasa sangat kecil.[61] Penuh semangat akibat sukses konser itu,[62] Chrisye mengadakan konser lain di Surabaya, Surakarta, dan Bandung, dengan menggunakan konvoi yang terdiri dari 24 truk dan bis untuk transportasi dan mengangkut alat-alat yang dibutuhkan. Tiket konser ini pun terjual habis.[63]
Setelah sukses tur Sendiri, Chrisye mulai mempertimbangkan membuat sebuah album yang termasuk lagunya yang paling populer, dengan pemasteran ulang oleh Gutawa memaster. Gutawa setuju untuk membuat sebuah album akustik, dengan syarat bahwa usulan Chrisye, dengan syarat bahwa mereka harus menggunakan sebuah orkes dari Australia. Aciu pun menyetujui hal tersebut, biarpun biayanya diperkirakan mencapai Rp.600 juta. Setelah perekaman dasar di Jakarta, Chrisye, Gutawa, dan sound engineer Dany Lisapali menghabiskan waktu dua minggu di Studio 301 di Sydney untuk menyelesaikan album itu. Philip Hartl Chamber Orchestra memainkan musik yang diperlukan; mixing dan mastering juga dilakukan di Sydney.[33][64] AkustiChrisye dirilis pada tahun 1996 dan cukup berhasil di pasaran.[65]
Setelah AkustiChrisye, Gutawa menyarankan agar Chrisye mencoba gaya yang baru, dengan lagu yang lebih berat. Mereka lalu mulai bekerja sama untuk merekam Kala Cinta Menggoda, yang juga menggunakan orkes Australia. Akan tetapi, Chrisye ternyata kesulitan merekam salah satu lagunya, "Ketika Tangan dan Kaki Berkata", yang diberi lirik yang berdasarkan ayat 65 Surah Ya Sin oleh penyair Taufiq Ismail; setiap kali hendak menyanyikan lagu itu, Chrisye mendadak menangis. Akhirnya, satu hari sebelum berangkat ke Australia, dia dapat menyelesaikan lagu tersebut dengan dukungan Yanti.[66] Pada tanggal 11 Oktober, Chrisye menyanyikan lagu "Indonesia Perkasa" pada acara pembukaan Pesta Olahraga Asia Tenggara 1997 di Jakarta; lagu tersebut ditulis khusus untuk acara itu.[67] Bulan berikutnya, Chrisye meluncurkan Kala Cinta Menggoda.[68] Video klip untuk lagu "Kala Cinta Menggoda", yang disutradarai Dimas Djayadiningrat, memenangkan MTV Video Music Award for South-East Asia pada tanggal 10 September 1998; Chrisye pergi ke Los Angeles untuk menerima penghargaan tersebut di Universal Amphitheatre.[8]
Pada tahun 1999, Chrisye mulai mendaur ulang album Badai Pasti Berlalu atas permintaan Musica, biarpun dia merasa bahwa album asli sudah cukup; untuk album ini pula dia bergabung dengan Gutawa.[69] Album baru itu, yang tetap diberi judul Badai Pasti Berlalu, memakan biaya sebanyak Rp.800 juta untuk produksi dan promosi; biaya besar tersebut sebagian disebabkan perlunya mencari orkes Australia lain, Victorian Philharmonic Orchestra.[70][71] Setelah diluncurkan, album ini pun laris, dengan menjual 350.000 kuping dalam beberapa bulan.[71][72] Sebagai promosi untuk album ini, Chrisye mengadakan satu lagi konser di Plenary Hall di Jakarta Convention Centre, yang diberi nama konser Badai; setelah ini, Chrisye mendapatkan banyak tawaran untuk memanggung di berbagai tempat di seluruh Indonesia.[73] Menurut sebuah wawancara dengan Kompas, pada saat ini Chrisye mulai merasa telah menemukan jalan buntu, sebab dia sudah mencicipi semua jenis musik yang ada.[74] Namun, dia tetap lanjut dengan kegiatan bernyanyi, termasuk menyanyikan lagu "Indonesia Perkasa" pada acara pembukaan Pekan Olahraga Nasional ke-15 pada tanggal 19 Juni 2000 di Sidoarjo, Jawa Timur.[67]
Pada tahun 2001 Chrisye merilis album Konser Tur 2001, yang berisi dua lagu baru dan beberapa yang lama. Video klip untuk salah satu lagu, "Setia", menjadi kontroversial karena adanya adegan dengan wanita berpakaian ketat.[75] Tak lama kemudian, Chrisye memutuskan untuk mendaur ulang lagu-lagu yang dianggap paling penting sejak kemerdekaan Indonesia, dari dasawarsa 1940-an yang diwakili "Kr. Pasar Gambir & Stambul Anak Jampang" karya Ismail Marzuki hingga akhir dasawarsa 1990-an yang diwakili lagu "Kangen" karya Ahmad Dhani; album ini juga termasuk satu lagu yang ditulis khusus untuk album ini oleh Pongky dari Jikustik[73] serta dua duet dengan Sophia Latjuba. Album yang dihasilkan, Dekade, dirilis pada tahun 2002; hingga Oktober 2003 lebih dari 350.000 terjual.[76] Pada 15 Desember 2002, Chrisye pikut serta dalam konser Bali for the World – Voices of Stars di Kartika Beach Plaza untuk mengumpulkan uang untuk membantu korban Bom Bali 2002; artis lain termasuk Melly Goeslaw, Gigi, Slank, dan Superman Is Dead.[77] Pada 12 July 2004 Chrisye mengadakan konser ketiga, dengan judul Dekade, di Plenary Hall. Konser ini, yang termasuk lagu-lagu dari album Dekade, termasuk duet dengan Sophia Latjuba dan beberapa penyanyi asli, seperti Fariz RM dengan "Sakura" dan A. Rafiq dengan "Pengalaman Pertama"; orkes Gutawa sekali lagi mengiringi konser.[78]
Chrisye lalu mulai mengerjakan studio album terakhirnya, Senyawa. Bekerja sama dengan berbagai artis Indonesia lain, termasuk Project Pop, Ungu, dan Peterpan, dia juga menjadi produser album ini, menggantikan Gutawa. Lagu "Bur-Kat", bersama Project Pop, merupakan usaha pertamanya untuk bernyanyi rap.[79] Album ini, yang diluncurkan pada bulan November 2004, disambut dengan baik oleh pasar.[80][81] Namun, Sony Music Entertainment Indonesia menolak bahwa ada nama artis mereka di sampul. Oleh karena itu, Senyawa ditarik kembali, lalu dirilis ulang tanpa nama-nama itu.[82]

0 komentar:

Posting Komentar