Anggota band dan proyek awal (1968–1977)
Pada pertengahan dasawarsa 1960-an, keluarga Nasution membentuk sebuah band; Chrisye dan Joris menonton mereka main musik oleh Uriah Heep dan Blood, Sweat & Tears.[9] Pada tahun 1968 Chrisye mendaftar di Universitas Kristen Indonesia (UKI) untuk menjadi insinyur seperti yang dihendaki ayahnya. Sekitar tahun 1969, akan tetapi, Gauri mengundangnya untuk menjadi anggota band Nasution, Sabda Nada, untuk menggantikan pemain bas mereka yang sedang sakit, Eddi Odek.[8][10] Karena puas dengan kemampuannya, Nasution bersaudara mnta Chrisye menjadi anggota tetap. Sabda Nada bermain secara teratur di Mini Disko di Jalan Juanda serta untuk pesta ulang tahun dan pernikahan.[10] Ketika Chrisye diberi kesempatan untuk bernyanyi saat mereka menyanyikan lagu versi daur ulang, dia berusaha untuk menggunakan suara yang mirip penyanyi aslinya.[11]Pada tahun 1969 Sabda Nada mengganti nama mereka menjadi Gipsy supaya terdengar lebih macho dan seperti band Barat.[1][8] Jadwal untuk band itu, yang tidak mempunyai manager, sangat padat karena bermain secara teratur di Taman Ismail Marzuki.[1][12] Akibatnya, Chrisye mengundurkan diri dari UKI; pada tahun 1970 dia masuk ke Akademi Pariwisata Trisakti karena mengganggap jadwalnya lebih fleksibel.[12]
Dua tahun kemudian, Chrisye ditawarkan kesempatan untuk main di New York. Biarpun dia senang sekali, Chrisye takut untuk menceritakan hal tersebut kepada ayahnya, yang dia merasa tidak akan menyetujui. Akhirnya dia jatuh sakit selama beberapa bulan, sementara Sabda Nada pergi ke New York.[13] Setelah Chrisye membahas kekhawatirannya dengan ibunya dan Joris, ayahnya pun menyetujui agar dia bisa mengundurkan diri dari kuliah dan pergi ke New York. Setelah kesehatannya sudah membaik, pada tengah tahun 1973 dia pergi bersama Pontjo untuk bertemu dengan Gipsy di Amerika Serikat;[14] pada tahun yang sama dia mengundurkan diri dari Trisakti.[8]
Selama di New York, Gipsy memanggung di Ramayana Restaurant,[1] yang milik perusahaan minyak Pertamina. Band itu, yang ditempatkan di suatu apartmen di Fifth Avenue, berada di New York untuk hampir satu tahun. Mereka menyanyikan lagu-lagu Indonesia serta versi daur ulang dari lagu Procol Harum, King Crimson, Emerson, Lake & Palmer, Genesis dan Blood, Sweat & Tears. Biarpun Chrisye merasa frustrasi karena tidak dapat mengekspresikan diri dengan musik orisinal, dia tetap bekerja.[15]
Setelah kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1973, Gauri memperkenalkan Chrisye dengan penulis lagu Guruh Soekarnoputra, anak dari mantan presiden Soekarno. Sementara Nasution bersaudara bekerja sama dengan Guruh untuk menyiapkan proyek mereka, Chrisye mulai menciptakan lagu sendiri; karena menciptakan lagu sendiri dia bisa menyadari bahwa dia kesulitan dengan lirik yang mengandung konsonan keras, dan bisa menghindari bunyi tersebut.[16] Tahun berikutnya dia kembali ke New York dengan band lain, The Pro's. Pada pertengahan tahun 1975, dengan beberapa minggu tersisa di kontrak kerjanya, orang tuanya menelepon Chrisye dari Jakarta dan memberi tahu kalau saudaranya Vicky meninggalkan akibat infeksi lambung. Karena tidak dapat kembali langsung ke Jakarta, pikirannya jadi kacau. Saat kembali ke Indonesia, Chrisye "tak berhenti-henti menangis" dalam pesawat dan menjadi depresi.[17]
Setelah beberapa waktu tidak bermain musik, Chrisye dihubungi oleh Nasution bersaudara dan diundang untuk bergabung dengan Gipsy dan Guruh untuk sebuah proyek baru; Guruh juga menawarkan beberapa lagu untuk Chrisye menjadi vokalis utama, dengan lirik ditulis khususnya untuk dia. Setelah mengatasi rasa depresinya, Chrisye mengikuti latihan di rumah Guruh di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka main sampai larut malam dan mencampurkan rock ala Barat dengan gamelan Bali.[1][18] Perekaman terjadi pada pertengahan tahun 1975, dengan hanya empat lagu terselesaikan dalam beberapa bulan pertama. Pada tahun 1976 album Guruh Gipsy diluncurkan dan diterima baik oleh para kritikus; ada sebanyak 5.000 keping yang diproduksi.[1][19] Berhasilnya Guruh Gipsy meyakinkan Chrisye bahwa dia dapat menjadi penyanyi tunggal.[20]
|
|
||||
Kesulitan mendengarkan berkas ini? Lihat bantuan. |
Setelah sukses "Lilin-Lilin Kecil", di pertengahan tahun 1977 Pramaqua Records mendekati Chrisye dan menawarkan sebuah album, yaitu Jurang Pemisah. Bekerja sama dengan Jockie, Ian Antono, dan Teddy Sujaya, Chrisye merekam tujuh lagu untuk album tersebut; Jockie merekam dua lagu lain.[25] Biarpun Chrisye senang dengan hasilnya dan mempunyai harapan tinggi untuk Jurang Pemisah, Pramaqua memutuskan bahwa itu tidak bisa laris dan tidak hendak mempromosikannya sehingga album Chrisye berikutnya, Badai Pasti Berlalu, menjadi besar. Setelah itu, Chrisye berusaha untuk membeli semua stok album Jurang Pemisah dan menghentikan rilisnya, namun tidak berhasil. Album ini tidak laris di pasaran sebab banyak orang beranggapan kalau ini album lanjutan dari Badai Pasti Berlalu.[26] Walaupun rekaman ini sampai pada stasiun radio di seluruh Indonesia, menurut Chrisye penjualannya "hangat-hangat tahi ayam".[25][26]
Pada tahun yang sama, Chrisye dan beberapa artis, termasuk Eros dan Jockie, merekam musik untuk film Badai Pasti Berlalu dalam waktu dua bulan.[27] Setelah musik film tersebut mendapatkan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1978, Irama Mas mendekati mereka untuk membuat album jalur suara untuk biaya tetap.[27] Dengan Chrisye dan Berlian Hutauruk sebagai vokalis, sebuah album jalur suara direkam di Pluit dalam kurung waktu 21 hari.[27][28] Album yang dihasilkan dirilis dengan judul yang sama dengan film, dengan gambar bintang film Christine Hakim di sampul.[28] Album ini memuat lagu ciptaan Chrisye yang pertama, "Merepih Alam".[23] Hasil penjualan di awal kurang lancar, tetapi setelah singel-singelnya mulai diputar album Badai Pasti Berlalu menjadi laris.[29]
0 komentar:
Posting Komentar